Senin, 28 Januari 2013

Budiarsa Sastrawinata: Pengusaha Harus Berkomitmen

Di Hanoi misalnya, proyek kami menjadi salah satu ikon kota Hanoi. Kami bangun dan bangun terus, tentu di antaranya dengan napas Indonesia. Di depan gerbang itu tegak dengan gagah bendera Merah Putih.




Budiarsa jarang muncul di ingar-bingar panggung bisnis, tetapi rekan kerja dan rivalnya di kompetisi bisnis tahu benar kapasitas pria berusia 57 tahun ini. Ketika ditanya mengapa ia jarang tampil di pentas, ia mengatakan apa yang ia kerjakan ”belum apa-apa” dan belum layak dibawa ke panggung publik.
”Kalau ada yang mengatakan saya bekerja baik, ah iya mungkin karena mereka tidak ingin mengecilkan hati saya saja,” ujar Budiarsa, di Jakarta, Sabtu (19/1/2013).
Jejak atau kualitas Budiarsa bisa dilihat dari proyek-proyek yang ia kerjakan atau pernah ia kerjakan. Ia di antaranya pernah menjadi Direktur Utama Bumi Serpong Damai (BSD). Ia kini memegang proyek berskala besar di berbagai kota.
Di dalam negeri, ia menangani proyek Citra Garden Jakarta (450 hektar), Citra Raya Cikupa (2.700 hektar), proyek perumahan di Jambi (1.000 hektar), dan Palembang (200 hektar).
Di luar negeri, Budiarsa menangani sejumlah proyek Grup Ciputra, di antaranya di Hanoi (Vietnam), Phnom Penh (Kamboja), dan Shenyang (China). Di luar negeri pula, sekadar menyebut contoh, ia diterima dengan tangan terbuka oleh pemerintah setempat.
Di Vietnam dan Kamboja, misalnya, ia dipercaya sebagai usahawan Indonesia yang mempunyai kapasitas di bidang industri properti dan komitmen. Produk-produknya disukai.
Berikut petikan wawancara dengan Budiarsa Sastrawinata.
Banjir terjadi di mana-mana, termasuk Jakarta. Ada tudingan, salah satu kontributor banjir adalah pengembang.
Wah jangan begitu dong. Sepengetahuan saya, para pengembang membangun dengan konsep yang jelas, dan mengikuti perencanaan kota. Seluruh sistem drainase dan saluran-saluran induk mengikuti arah dari pemerintah kota. Kalau tidak mana bisa sebuah proyek perumahan, perkantoran, atau bahkan mal mendapat izin.
Semuanya harus diselaraskan dengan rencana tata kota, tidak bisa melenceng. Sampai ke aspek detail seperti lebar saluran selokan saja kami sesuaikan. Kalau kemudian setelah proyek kami, ada penyempitan saluran air, itu mungkin karena kawasan itu belum disentuh oleh proyek seperti yang dikerjakan para pengembang.
Pengembang itu kan, istilah populernya, mengisi pembangunan, bukan yang bikin perencanaan daerah. Ketika membangun perumahan, kami membangun infrastruktur yang sangat layak untuk digunakan para penghuni. Kami menanam sebanyak mungkin pohon, tidak hanya di taman, tetapi juga di semua sudut perumahan. Sampai ada warga yang mulai menanam pohon di atap, untuk menggambarkan secara dramatis betapa besar kecintaan mereka terhadap lingkungan hidup dan makna air yang sangat dalam.
Kami terus berkampanye tentang demikian pentingnya harmoni manusia dengan alam, manusia dengan lingkungannya. Ini aspek yang kerap diabaikan.
Menurut Anda, apa semua pengembang tertib menjalankan rencana tata ruang? Apa elok melakukan penilaian?
Saya enggan menilai pengembang lain. Akan lebih baik kita memikirkan bersama bagaimana melahirkan rencana-rencana gemilang untuk sedapat mungkin mereduksi area banjir.
Di perumahan Anda sendiri, apa yang Anda lakukan untuk mereduksi banjir?
Banyak hal tentunya. Kami misalnya membuat hutan kota, atau beberapa area untuk menjadi daerah resapan air. Kami membuat beberapa situ yang praktis menjadi tempat penampungan air hujan. Kami mengolah kembali sebagian sampah dan mengolah air limbah rumah tangga menjadi air yang layak pakai.
Kami penyayang air sehingga tidak ingin membuang air sia-sia. Dalam era seperti sekarang, membuang air sembarangan, atau tidak menyimpan air secara proporsional itu saru.
Kami juga rajin membangun sumur resapan, menghadirkan biopori-biopori sebanyak mungkin. Ini salah satu aspek mengapa produk kami disukai.
Ada rencana lain?
Kami kini mendesain rumah atau kantor yang lebih ramah pada lingkungan. Kami desain sedemikian rupa dengan memperhitungkan arah angin dan matahari. Dengan demikian, pemilik rumah dapat lebih hemat listrik atau energi.
Kepada para arsitek dan kepada staf yang akrab dengan masalah desain kreatif, kami tekankan agar lebih kerap melahirkan–desain-desain yang eco friendly development (pembangunan yang ramah lingkungan), sebab kami sangat menekankan eco culture (budaya lingkungan). Tidak ada kompromi tentang hal ini.
Bagaimana dengan bisnis properti Anda di luar negeri?
Sejauh ini berjalan sangat baik. Di Hanoi misalnya, proyek kami menjadi salah satu ikon kota Hanoi. Kami bangun dan bangun terus, tentu di antaranya dengan napas Indonesia. Di apartemen atau rumah contoh yang kami desain di sana, hampir seluruh isinya menggunakan material dari Indonesia.
Rumah contoh itu pun didesain oleh ahli-ahli Indonesia. Lalu di pintu gerbang perumahan, kami buat gerbang yang manis tetapi tetap dengan tipikal Ciputra. Ada patung-patung kuda di atasnya, corak gerbangnya pun khas Ciputra. Lalu di depan gerbang itu tegak dengan gagah bendera Merah Putih.
Selalu terselip rasa haru yang membuncah kalau ke Hanoi lalu melihat bendera Merah Putih di gerbang masuk proyek perumahan kami.
Lalu di Shenyang misalnya, kami membuat gerbang yang tidak kalah atraktif. Di situ tegak patung-patung para penari Bali yang sungguh elok. Para pengunjung selalu mengagumi.
Dalam perjalanan karier Anda, ada yang sangat berkesan?
Ada beberapa, tetapi yang memberi kesan yang dalam ketika saya berkunjung ke Palm Beach Florida untuk menemui juara dunia golf 18 kali dunia (world major championship) sekaligus pendesain lapangan golf terbaik, Jack William Nicklaus.
Saya datang menemui Jack tahun 1987. Awalnya saya bertemu vice president-nya, ditolak. Saya datang lagi, kembali ditolak. Saya tidak putus asa, saya datang lagi, dan kali ini bisa bertemu langsung dengan Jack Nicklaus.
Anda tahu, ketika itu saya ke AS disertai istri, Rina Ciputra, dengan tiga dari empat anak saya. Ketiganya masih kecil-kecil. Mereka menanti saya di Hawaii, sementara saya bertolak ke Florida. Saya langsung saja datang ke markas mereka.
Anak-anak, sudah dipersiapkan menjadi generasi ketiga Grup Ciputra?
Sesuai rencana memang demikian. Istri saya, Rina Ciputra, yang berperan besar membesarkan anak-anak kami. Ia telaten, sangat keibuan sekaligus tegas. Anak-anak kami tumbuh sebagai anak-anak yang mandiri dan penuh cinta. Kini anak tertua dan ketiga sudah berkarya di grup, kelak mereka akan ikut memimpin grup ini sebagai generasi ketiga. Anak keempat baru selesai kuliah di Inggris, dan akan segera kembali ke Indonesia.
Saya dan istri sangat dekat dengan keempat anak-anak kami, Anindya, Lalitya, Nararya, dan Adiya. Kami biarkan mereka tumbuh wajar. Masuk ke grup pun dari lapis paling bawah. Biar mereka menjadi diri mereka sendiri. (Abun Sanda)
Sumber :
Kompas Cetak
Editor :
Marcus Suprihadi